Rabu, 21 April 2010

masih pantaskah kita bayar pajak?



gambar seperti ini tentunya merupakan pemandangan yang lumrah bagi sebagian besar masyarakat Jakarta. Pemandangan ini dapat disaksikan, atau malah dirasakan langsung oleh penduduk Jakarta ketika rasa kantuk masih menghinggapi di tengah perjalanan menuju kantor di pagi hari ataupun ketika rasa lelah yang menusuk tulang di tengah perjalan pulang menuju rumah tercinta. Perasaan sumpek, gerah, jengkel, dan penuh ketidakpastian merupakan suatu kenyataan pahit yang harus diterima masyarakat Jakarta yang menjadi konsumen KRL jurusan Jakarta-Bogor, termasuk saya yang menjadikanya sebagai transportasi sehari-hari. Perasaan tak menyenangkan tersebut biasanya diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.Kondisi Kereta yang seringkali tampak tak terawat yang harus "ikhlas" diterima (sampah bertebaran, lantai seringkali tergenang ketika hujan, juga aroma tidak sedap yang timbul dari debu dan kotoran yang terdapat pada sudut kereta yang nampaknya semakin menumpuk dari hari ke hari)
2. Jadwal yang seringkali hanya masinis dan Tuhan-lah yang tahu kapan kereta akan datang, sedangkan para penumpang hanya bisa berharap cemas melihat arlojinya dan mempertanyakan apakah penglihatan mereka atau jadwal kedatangan kereta yang mereka baca yang salah tulis.
3. Sudah datang telat, masih pula harus dengan pasrah berhenti dan dibalap oleh kereta dengan tarif yang lebih tinggi (Ekonomi AC, Express)
4. penumpang yang terlalu banyak hingga harus ekstra berdesakan, jangankan melihat sms yang masuk, menggerakkan jari pun susah.
5. sering mogok pula!!!
Jika ingin dicari alasanya, Faktor-faktor tersebut mungkin memang dapat diakibatkan oleh tarif yang rendah dari karcis KRL Ekonomi itu sendiri yaitu Rp. 1500,- sehingga dana perawatan dan pengembangan yang dibutuhkan tidak dapat tertutupi dan menjadi banyaklah masalah yang dialami KRL Ekonomi. Namun apakah itu dapat dijadikan alasan? jika memang seperti itu, apakah hasil dana pajak yang berasal dari sebagian penghasilan orang-orang yang terdapat dalam kereta itu sendiri? apakah begitu mahalnya dalam meningkatkan fasilitas KRL Ekonomi? Misalnya, dengan menambah jumlah gerbong untuk menghindari penumpukan penumpang, penambahan jumlah tenaga kerja kebersihan kereta, dan juga peremajaan mesin KRL untuk mencegah kemogokan. Jikalau pun mahal, dana yang dikeluarkan tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi kepentingan transportasi umum dan digunakan dalam jangka waktu yang lama, namun entah kenapa solusi-solusi tersebut tidak pernah dapat direalisasikan .Ironisnya, pejabat-pejabat terhormat yang gila hormat dari negara kita ini malah dihadiahi mobil mewah untuk kebutuhan transportasi mereka. Sangat mengenaskan jika mengetahui mobil bernilai 1,3 Miliar rupiah untuk transportasi pejabat dibeli oleh uang rakyat yang bekerja keras membanting tulang mereka, sedangkan rakyat itu sendiri malah harus berpayah-payah dalam memenuhi kebutuhan transportasi mereka. Entah apa yang ada di pikiran para pembesar negeri ini?
hal ini membuat saya berpikir apakah pajak hasil dari sebagian penghasilan yang disisihkan oleh orang-orang yang bekerja keras dan berdesakan dalam kereta KRL Ekonomi tersebut dapat dirasakan manfaatnya?yaitu hanya sekedar manfaat berupa perasaan nyaman ketika berada dalam kereta di tengah perjalanan menuju tempat kerja. Ataukah pajak yang mereka bayar tersebut hanya dijadikan alat pemuas para pembesar negeri ini yang tidak jelas kerjanya itu? renungkanlah sejenak...masih pantaskah kita membayar pajak?